Powered By Blogger

Sabtu, 24 April 2010

BERANI MENINGGALKAN KENYAMANAN

Pengharapan akan sebuah nilai yang dihargai dalam suatu masyrakat adalah sebuah impian yang ingin dicapai oleh seorang mahasiswa yang bernama Dian. dia rela meninggalkan semua kenyamanan yang ada dalam rumah kedua orang tuanya yang tidak begitu besar, namun nyaman dan membuat semua hati ingin untuk sekedar singgah ke rumah yang adem tersebut. Rumah yang selalu dipenuhi oleh canda tawa dengan gurauan-gurauan yang tidak membuat panas kuping, kemesraan yang selalu menempel pada dinding rumah, kesopanan yang selalu menyapa tamu didepan pintu utama, serta himbauan-himbauan hidup yang selalu menyembul dari atap-atapnya. Dian yang sejak kecil selalu berada didalam peraduannya yang nyaman mau tidak mau harus meninggalkan itu semua dikala usianya menginjak dewasa. Dia mencari sebuah status sosial yang lebih baik lagi dinegeri orang, yaitu menjadi seorang mahasiswa Jurusan Manajemen. dengan maksud agar ketika lulus nanti dia ingin menjadi seorang pialang saham.
Tahun pertamanya dinegri orang, dia merasakan sebuah kebebasan yang membuat dia seakan-akan menemukan sebuah dunia baru yang belum pernah dia jelajahi sebelumnya. Menemukan banyak orang asing, mengunjungi tempat-tempat yang belum pernah ditemukannya waktu dikota kelahirannya dulu, mencoba berbagai macam makanan yang belum menyentuh bibirnya sama sekali. Seakan menemukan permainan babak baru dalam hidupnya. Dian tidak harus penuh dengan usaha beradaptasi dengan lingkungan barunya karena dia merasa sebuah kehidupan yang menurut dia luar biasa. Selain itu juga masih ada saudara sepupunya di tahun pertamanya tersebut. Setelah tahun pertama yang Dian lalui bersama saudaranya itu dengan penuh semangat, tibalah sepupunya undur diri dari kota tempat dia mengadu nasib demi sebongkah ilmu ini itu. Saodara sepupunya telah menyelesaikan kuliahnya dan menjadi seorang sarjana yang tentunya masih belum mendapakan sebuah pekerjaan layaknya sarjana-sarjan lain di negara ini yang tentunya jarang sekali memiliki sebuah nilai jual atau nilai tambah yang kemudian membuat mereka bisa memasuki "pasar" tenaga manusia.
Di tahun keduanya ini dia harus hidup dinegeri orang dengan tangan dan kepalanya sendiri. Dia mencoba beradaptasi dengan lingkungan tempat tinggalnya sekarang. Meski kamar yang dia tempati tergolong besar dari kamar yang ia miliki waktu dirumahnya, yaitu 3 x 4 meter persegi, namun tak begitu membuat tidurnya nyenyak dimalam hari. 12 bulan pun telah dia lewati dengan semua adaptasi yang dibuatnya sendiri. Entah dengan memberikan gambar atau poster di dinding kamar, mengecat tembok kamar dengan warna-warna yang inspiratif bagi dia, ataupun dengan menata semua perabotannya tiap 2 bulan sekali. Pada tahun ketiganya, dia merasa harus menjadi seorang survival. Dunia yang dia tempati saat ini menuntutnya untuk memiliki mobilitas yang begitu tinggi. Harus membekali diri sendiri dengan kepala yang tak lagi "waras". Begitulah dia menyelesaikan tahun ketiganya dengan merasa penuh tekanan yang membuat Dian berfikir akan kenyamanan yang dia rindu pada 2 tahun lalu. Saat merasakan sebuah rumah yang benar-benar home sweet home. Hati yang dulu riang dan penuh dengan canda yang selalu merekah ditahun pertamanya meninggalkan rumah, kini telah beringsut menjadi sebuah senyuman sinis akan sebuah dunia yang ia tempati saat ini, "realis sekali duniaku sekarang, tidak ada satu tanganpun yang mau terulur untuk sekedar bersalaman atau sekedar mempersilahkan. Apakah ini yang sekarang menjadi style dari perubahan jaman yang semakin tak bisa diprediksi ini?".
Ketika hari hujan disore hari, Dian menatap keluar jendala dan angannya melayang pada seorang pialang saham yang dulu menjadi impiannya. Dia bertekad dalam hatinya, "aku harus kuat dengan berbagai resiko yang akan aku hadapi ditahun keempatku. Aku akan segera menyelesaikan studiku dan akan menjenguk sejenak kenyaman yang dulu pernah membuaiku dalam sebuah kearifan hati yang kemudian akan meninggalkannya kembali kenegri yang lebih tak bisa disangka-sangka setiap detinya. Dan tanpa terasa air bening menetes pada pipinya. Seluruh kemesraan, cinta kasih, kesopanan, dan keijakkan yang ada dirumahnya dulu membuat rumah dalam hatinya pengap. Tak ada lagi ventilasi dalam rumah hatinya, hingga sesak menghentakkan seluruh teriakkannya membumbung ke awan senja kemuning. Aku harus kuat...aku harus tegar...aku harus bisa menghadapi semuanya didunia yang tinggallah aku seorang diri untuk menggapai semua mimpi-mimpiku. Kurang lebih seperti itulah makna teriakkan yang ia bumbungkan itu.

Renungan :
Memiliki impian yang besar adalah kewajiban dalam sebuah kehidupan. Perencanaan yang detailpun juga harus dilakukan untuk menjadikannya nyata. Ketika kita telah melangkahkan kaki untuk menggapai impian itu janganlah kembali menengok kebelakang hanya untuk memilih baju yang lebih bagus didalam kamar anda, karena itu akan membuat anda lebih lama lagi menggapai mimpi itu dan akan melihat kenyamanan-kenyaman lain yang ada didalam kamar anda. Beranilah untuk memiliki niatan bulat untuk meninggalkan kenyemanan-kenyamanan yang anda rasakan sebelumnya demi kenyamanan-kenyamanan lain yang belum anda rasakan. So, beranikah anda untuk meninggalkan kenyaman itu sejenak???

Tidak ada komentar: